Friday, September 30, 2011

KEPERAWATAN HOME CARE KLIEN DENGAN GANGGUAN PERSARAFAN


BAB I
PENDAHULUAN
2.1    Latar Belakang
         Stroke masih merupakan penyebab utama invaliditas – kecacatan sehingga orang tergantung pada orang lain pada kelompok usia 45 tahun ke atas dan angka kematian yang diakibatkannya juga cukup tinggi. Banyak upaya, penelitian, yang telah dilakukan oleh para pakar dalam bidang stroke ini, bagaimana cara mencegahnya, bagaimana cara mencegah agar tidak berulang sekiranya seseorang pernah mendapat stroke, bagaimana mengurangi kerusakan atau kematian yang diakibatkannya sekiranya stroke terjadi, dan bagaimana mengoptimasi keadaan pasien yang telah dikurangi kemampuannya oleh stroke, melakukan rehabilitasi.
         Sebagian besar penderita stroke akan pulang ke rumahnya masing-masing. Hanya sebagian kecil yang masih memerlukan perawatan secara tetap di rumah sakit dan penderita ini cenderung merupakan manula yang usianya amat lanjut atau orang-orang yang sebelum mengalami stroke sudah mempunyai permasalahan jasmani atau mental lainnya. Sebagai contoh, penderita yang sebelumnya sudah demensia tidak akan memperlihatkan banyak kemajuan bila terkena serangan stroke. Keluarga penderita yang tidak dapat dibawa pulang ini perlumemikirkan penitipan penderita panti jompo dengn bantuan dari para pekerja sosial. Kadang-kadang saja ada penderita stroke yang harus tinggal di rumah sakit dalam untuk jangka waktu yang lama.

         Sikap penderita ketika pulang dari rumah sakit berbeda-beda. Sebagian penderita ingin secepatnya pulang ke rumah dan kalau keinginan ini diperbolehkan, mungkit dapat timbul kesulitan akibat penderita dan keluarganya beum siap. Sebagai akibatnya, semangat mereka dapat merosot sekali. Akan tetapi, sebagian lagi enggan meninggalkan lingkungan rumah sakit yang memberikan pelayanan dan perlindungan, sekalipun merasa sudah siap pulang ke rumah. Penderita ini mengkhawatirkan berbagai resiko yang akan mereka hadapi di luar rumah sakit tanpa bantuan dan dukungan dari dokter, perawat serta ahli-ahli terapi lainya. Namun demikian, pada suatu resiko tersebut harus dihadapi dan hampir selalu penderita dapat mengatasinya jauh lebih baik daripada apa yang mereka sangka.
         Seorang penderita stroke biasanya dapat dipulangkan ke rumah mereka sendiri bila suami atau istrinya masih adadan mampu merawatnya. Penderita yang sudah menduda atau menjanda ataupun penderita yang bujangan dapat saja pulang kerumahnya kalau ada anak-anak atau sanak saudara yang bersedia merawatnya. Akan tetapi di alam kehidupan modern ini di mana setiap orang mendambakan keluarga kecil dan banya pasangan suami istri yang dua-duanya berkerja, kemungkinan perawatan di rumah hampir mustahil dilaksanakan. Dalam keadaan seperti ini, biasanya seorang penderita stroke yang jompo akan dirawat dalam panti-panti jompo.
2.2    Tujuan
         Maksud dalam pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui lebih banyak lagi tentang merawat pasien stroke setelah pulang dari rumah sakit.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I.         Konsep Dasar

1.      Pengertian
        Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000)
      Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (Djoenaidi Widjaja et. al, 1994)
2.      Anatomi fisiologi
a.     Otak
       Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998)
   Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
    Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
       Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.
       Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus  berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi. (Sylvia A. Price, 1995)
b.     Sirkulasi darah otak
       Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.(Satyanegara, 1998)
 Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.
      Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri  serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. (Sylvia A. Price, 1995)
    Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem : kelompok vena interna, yang mengumpulkan darah ke Vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang terletak di permukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah, ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya ke vena-vena jugularis, dicurahkan menuju ke jantung. (Harsono, 2000)
3.      Patofisiologi
       Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola yang berdiameter 100-400 mcmeter mengalami perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriol-arteriol dari cabang-cabang lentikulostriata, cabang tembus  arterio talamus (talamo perforate arteries) dan cabang-cabang paramedian arteria vertebro-basilaris mengalami perubahan-perubahan degenaratif yang sama. Kenaikan darah yang “abrupt” atau kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore hari.
       Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6 jam dan jika volumenya besarakan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik.
       Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat merasuk dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa merusaknya. Pada keadaan ini absorbsi darah akan diikutioleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum.
       Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
       Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peninggian tekanan intrakranial dan menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak.
       Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Jusuf Misbach, 1999)
4.      Dampak masalah
a.        Pada individu
1)     Gangguan perfusi jaringan otak
          Akibat adanya sumbatan pembuluh darah otak, perdarahan otak, vasospasme serebral, edema otak
2)     Gangguan mobilitas fisik
           Terjadi karena adanya kelemahan, kelumpuhan dan menurunnya persepsi / kognitif
3)     Gangguan komunikasi verbal
           Akibat menurunnya/ terhambatnya sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskuler, kelemahan otot wajah
4)     Gangguan nutrisi
         Akibat adanya kesulitan menelan, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, nafsu makan yang menurun
5)     Gangguan eliminasi uri dan alvi
            Dapat terjadi akibat klien tidak sadar, dehidrasi, imobilisasi dan hilangnya kontrol miksi
6)     Ketidakmampuan perawatan diri
             Akibat adanya kelemahan pada salah satu sisi tubuh, kehilangan koordinasi / kontrol otot, menurunnya persepsi kognitif.
7)     Gangguan psikologis
           Dapat berupa ketakutan, perasaan tidak berdaya dan putus asa.emosi labil, mudah marah, kehilangan kontrol diri,
8)     Gangguan penglihatan
              Dapat terjadi karena penurunan ketajaman penglihatan dan gangguan lapang pandang.
b.       Pada keluarga
1)     Terjadi kecemasan
2)     Masalah biaya
3)     Gangguan dalam pekerjaan

B.     Asuhan Keperawatan Home Care Pada Pasien dengan Gangguan Persarafan
1. Pengkajian
a.       Riwayat kesehatan
b.      Lingkungan sosial dan budaya
c.       Spiritual
d.      Pemeriksaan fisik
e.       Kemampuan pasien dalam pemenuhan kebutuhan se- hari- hari
f.        Kemampuan keluarga dalam merawat keluarga
2. Diagnosa Keperawatan
a. Aktual
b. Resiko
c. Potensial
3. Perencanaan keperawatan
a.       Penentuan prioritas masalah
b.      Menentukan tujuan
c.       Menyusun rencana secara komprehensif.
4. Implementasi
a.       Manajemen perawatan luka
b.      Perawatan gangguan sistem pernafasan
c.       Gangguan eleminasi
d.      Gangguan Nurisi
e.       Kegiatan rehabilitasi
f.        Pelaksanaan pengobatan
g.       Tindakan Kolaborasi
5. Evaluasi
a.       Mengukur efektifitas dan efisiensi pelayanan
b.      Dilaksanakan selama proses dan akhir peberian asuhan.    


BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan
         Mutu kehidupan setelah mengalami stroke mungkin secara mengherankan tetap baik sekalipun ada kelumpuhan atau beberapa cacat yang tersisa. Penderita sering mengatakan betapa mereka tidak menyadari kesibukan pekerjaan yang menyita seluruh waktu mereka seolah-olah mereka menjadi budak rutinitas pekerjaan dan tidak pernah memanfaatkan waktu untuk menikmati segi-segi kehidupan yang lain sewaktu mereka masih dalam keadaan sehat. Sebagian penderita berpandangan cukup terbuka dan masih mampu menikmati kesempatan hidup yang lebih panjang. Keadaan ini lebih dipermudah lagi dengan dukungan suami atau istri dan keluarganya, namun juga dapat tercapai dalam peerawatan pada panti-panti jompo selama semangat penderita tetap terpelihara dan banyak hal yang dapat dikerjakan.

DARTAR PUSTAKA
Feigin Valery. Pencegahan dan Pemulihan Stroke. Buana Ilmu Populer.Gramedia.Jakarta.2006;127-174.
PERDOSSI. Guideline Stroke 2007. Ed Revisi.2007.
Thomas.D.J. Stroke Dan Pencegahannya. Cetakan IV. Penerbit Arcan.2000.
http://yumizone.wordpress.com. Diakses pada 13 Oktober 2010 Jam 22.34 WIB

No comments:

Post a Comment